Friday, May 31, 2024

Kemampuan Rafale Pesanan Indonesia dan Jet Tempur Siluman F-35 Punya Kemiripan yang Berkaitan Dengan Nuklir

 

Formasi tempur F-35

Tentu ada banyak alasan mengapa jet tempur F-35 begitu digemari, salah satunya adalah kemampuan siluman. Dengan kemampuan siluman ini, F-35 punya kesempatan untuk menembus pertahanan musuh.

Radar musuh akan sulit mendeteksi kedatangan platform siluman ini, dan F-35 dapat menyerang aset berharga tinggi musuh.

Tapi selain kemampuan siluman, daya serang F-35 juga menakutkan karena mampu melepaskan serangan nuklir.

F-35 adalah satu dari sedikit jet tempur yang dapat melakukan hal itu. Menurut kabar terbaru, F-35 Belanda yang diberi tugas oleh NATO untuk mengambil peran serangan nuklir. Belanda telah menjadi negara pertama yang menyatakan bawah F-35 miliknya bertanggung jawab penuh atas peran serangan nuklir”, jelas The War Zone pada 31 Mei 2024. Sementara bom nuklir yang akan dipakai adalah bom termonuklir B61-12. Pengambilan peran ini melihat ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang tiada henti.

Klaim pihak Barat mengatakan bahwa Rusia berulang kali melakukan serangan nuklir, hal inilah yang menjadi fokus NATO. Peran anti-nuklir ini secara resmi akan dijalankan F-35 Belanda mulai 1 Juni menggantikan F-16 mereka. Benar, F-35 adalah pemain baru bagi Belanda dalam misi perang nuklir ini.

Lebih spesifik, Amerika sebagai pembuat F-35 baru memberi izin kepada jet tempur Belanda untuk menjalankan peran nuklir.

Sementara sebelum F-35, F-16 Belanda lah yang menjalankan misi besar itu. Belanda adalah salah satu sekutu NATO yang menjalankan misi pencegahan nuklir, dan negara Eropa yang memakai F-35 untuk jalankan operasi itu”, ucap Angkatan Udara Belanda dalam keterangannya.  Setelah Belanda, F-35 Inggris, Belgia, Jerman, dan Italia juga dipercaya akan mengemban misi yang sama. F-35 Inggris, Belgia, Jerman, dan Italia pada akhirnya akan menerima bom B61-12 meski jadwal pengirimannya sangat dirahasiakan”, pungkas The War Zone.

Namun di luar penjelasan itu semua, jet tempur lain yaitu Rafale nyatanya juga sedang diupayakan untuk dapat melakukan serangan nuklir. Rafale sejatinya mampu menggotong berbagai jet tempur rudal maupun bom, dan nuklir adalah salah satunya.

Karena baru-baru ini, Rafale telah lakukan uji coba lepaskan rudal nuklir udara-ke-permukaan jarak menengah ASMP-R.

Pada tanggal 22 Mei, Direktorat Jenderal Persenjataan Perancis umumkan keberhasilan peluncuran evaluasi pertama dari rudal udara-ke-permukaan jarak menengah ASMP-R”, jelas Army Recognition pada tanggal yang sama.  ASMP adalah rudal jelajah berhulu ledak nuklir yang dikembangkan oleh perusahaan raksasa MBDA Prancis. Sementara ASMP-R sendiri adalah varian tercanggih dari rudal kiamat itu.

 

Rudal ASMP pertama kali beroperasi pada bulan Mei 1986, di mana jet tempur pendahulu Rafale yaitu Mirage yang membawanya.

Versi yang ditingkatkan pun lahir yaitu ASMP-A dengan jangkauan sekitar 500 km dengan kecepatan maksimum 3 mach.

 

Varian ini pertama kali beroperasi pada bulan Oktober 2009 di mana digunakan oleh jet tempur Mirage dan juga Rafale.

Merasa belum cukup, MBDA menciptakan ASMP-R di tahun 2016 dengan kemampuan yang ditingkatkan.

belum jelas berapa jauh rudal ini dapat melesat maupun kecepatannya, namun yang jelas ASMP-R membawa hulu ledak termonuklir 300 kt.  Pertanyaannya, apakah Indonesia yang akan menerima Rafale di tahun 2026 juga akan senjata nuklir?

Jawabannya tidak karena Indonesia bukanlah negara dari Treaty On The Non Proliferation Of Nuclear Weapon 1968 (NPT), karena hanya 5 negara yang diperbolehkan mengembangkan senjata nuklir.  Berdasarkan NPT 1968, hanya Amerika, Rusia, China, Prancis, dan Inggris yang boleh memiliki senjata nuklir.  Di sisi lain, Indonesia juga menunjukkan sikapnya menentang penyebaran senjata nuklir.

Dengan meningkatnya tantangan keamanan nuklir global, mulai dari ketegangan geopolitik dan kemajuan teknologi yang meningkatkan keamanan nuklir. Indonesia tegaskan komitmen pelucutan senjata nuklir”, ungkap Kemlu di laman resminya pada 23 Mei 2024.

Dalam upaya menjamin keamanan nuklir, Indonesia sejatinya sudah melakukan berbagai upaya seperti memperkuat peraturan domestik.

sumber : Zona Jakarta

 

Sunday, May 26, 2024

Frigate FS Bretagne (D655) Bersandar di Jakarta, Pengamat: Prancis Perkenalkan Teknologi Kapal Perang Terbarunya

 



Dalam rangka kunjungan persahabatan (port visit), kapal perang milik Angkatan Laut Prancis, Frigate FS Bretagne (D655) atau Frigate European Multi-Mission (FREMM) bersandar di dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta sejak Senin (20/5) sampai 24 Mei nanti.

Kadispen Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Jakarta Letkol Laut (KH) M. Qomae Syarifudin, pada Selasa (21/5) mengungkapkan FREMM Bretagne dijadwalkan singgah di Jakarta selama lima hari, yakni 20-24 Mei.

“Untuk kapal perang Prancis FREMM Bretagne (D655) hanya port visit, tidak ada agenda lain,” ungkap Syarifudin ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (21/5).

Pengamat militer Tasha Imansyah mengatakan kunjungan FS Bretagne kali ini dalam rangka mempererat hubungan kerja sama militer antara TNI AL dan AL Prancis.

“Tentu saja selain hal tersebut, pihak Prancis mengenalkan salah satu teknologi kapal perang terbaru mereka kepada Indonesia,” ucapnya saat dihubungi INDONESIADEFENSE pada Kamis (23/5)

Kapal seperti aquitaine-class ini, lanjutnya, merupakan kapal yang sangat dibutuhkan untuk memperkuat postur pertahanan Iaut Indonesia. Saat ini TNI AL belum diperkuat dengan kapal perang yang memiliki kemampuan anti serangan udara mumpuni.

“Memang dengan ditandatanganinya kontrak pengadaan kapal PPA dengan Fincantieri kemarin membawa sedikit angin segar, namun jumlahnya yang hanya 2 unit masih sangat kurang untuk melindungi wilayah Indonesia yang luas ini,” jelas Tasha.

Adapun FREMM FS Bretagne (D655) diresmikan sebagai armada Angkatan Laut Prancis pada 16 September 2016. Kapal perang yang mampu membawa 153 awak ini memiliki senjata super rapid gun 76mm, Narwhal remote weapon systems 20mm, rudal pertahanan udara Aster 15-30, rudal jelajah MdCN, dan rudal anti-kapal Exocet.

Kapal pabrikan Naval Group ini mempunyai kemampuan pertahanan udara dan dilengkapi dengan sistem senjata anti kapal selam torpedo MU90 serta dirancang untuk mengangkut helikopter.

Kapal perang FS Bretagne (D655) memiliki panjang 122 meter, lebar 18 meter, draf 6,3 meter dengan kecepatan 27 knots dan memiliki ketahanan sampai 45 hari di lautan ini mampu melaksanakan berbagai macam misi antara lain pengintaian, pengawasan, peperangan anti-kapal selam, peperangan permukaan ke permukaan hingga peperangan udara ke udara. (nhn)

sumber :indonesiadefense.com

KAI KF-21 Boramae

 


KAI KF-21 Boramae (sebelumnya dikenal dengan KF-X) adalah program pengembangan pesawat tempur Korea Selatan, bermitra dengan Indonesia, untuk menghasilkan pesawat tempur multiperan tingkat lanjut untuk Angkatan Udara Republik Korea dan Angkatan Udara Republik Indonesia. Badan pesawat ini memiliki fitur siluman bila dibandingkan dengan pesawat generasi ke-4 lainnya, tetapi tidak membawa persenjataan secara internal layaknya pesawat generasi ke-5, meskipun internal bays dapat diperkenalkan nantinya selama pengembangan.

Program ini dipimpin oleh pemerintah Korea Selatan yang berkontribusi sebesar 60% pembiayaan dana program. Dimana Indonesia berkontribusi sebesar 20% pada tahun 2010, dan sisa 20% lainnya ditanggung oleh mitra swasta termasuk produsen Korea Aerospace Industries (KAI). KAI KF-X sendiri merupakan program pengembangan pesawat tempur kedua Korea Selatan setelah FA/T-50.

Pada bulan April 2021, purwarupa pertama telah selesai dan ditampilkan dalam upacara rollout di fasilitas pusat KAI di Bandar Udara Sacheon. Dengan nama resmi Boramae (bahasa Korea: ๋ณด๋ผ๋งค, berarti "elang muda" atau "elang tempur"). Uji coba terbang perdana dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2022, dimana produksi dijadwalkan dimulai pada tahun 2026. Setidaknya 40 unit pesawat direncanakan untuk siap dikirim pada tahun 2028, Korea Selatan sendiri berharap sebanyak 120 total pesawat telah hadir pada tahun 2032. Tersedia juga untuk pasar ekspor.

Di Indonesia, program pengembangan KF-X sering disebut sebagai program IF-X. Menurut Jakarta Globe ketika pesawat tersebut telah selesai akan disebut sebagai F-33 Fighting Hawk.

SUMBER WIKIPEDIA

Wednesday, September 7, 2022

Rafale for Indonesia

Rafale


Indonesia telah menyetujui pembelian 42 jet tempur generasi 4.5 Rafale asal Perancis melalui penandatanganan nota kesepahaman kerja sama pertahanan. Progres awal pengadaan jet tempur pabrikan Dassault Avation itu dengan mengakuisisi enam unit pada kontrak perdana. Sementara, 36 unit lainnya diklaim akan segera menyusul dalam waktu dekat. "Kita akan mengakuisisi 42 pesawat Rafale. Mulai hari ini kontrak pertama untuk enam pesawat, yang akan disusul dalam waktu dekat untuk 36 pesawat dengan dukungan latihan persenjataan dan simulator yang dibutuhkan," kata Menteri Pertahanan Prabowo Subianto usai menyaksikan penandatanganan kontrak bersama Menhan Perancis Florence Parly di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (10/2/2022). Baca juga: Pindad Bakal Produksi Badan dan Isi Bahan Peledak Bom MK-82 Jet Tempur Rafale TNI AU Rafale dikenal sebagai pesawat serba bisa karena dapat digunakan untuk berbagai misi. Misalnya, interdiction (larangan), aerial reconnaissance (pengintaian udara), ground support (dukungan darat), anti-ship strike (serangan antikapal) dan nuclear deterrence mission (misi pencegahan nuklir). 
Rafale



Pesawat yang muncul pertama kali pada 2001 itu hingga kini sudah digunakan oleh sejumlah negara. Antara lain, Qatar, Yunani, India, Uni Emirat Arab, Kroasia, dan Mesir. Kendati sudah meneken kontrak, nyatanya Indonesia mesti bersabar untuk bisa menyusul negara lain yang sudah lebih dulu mengoperasikan Rafale. Sebab, enam pesawat dalam kontrak perdana baru akan dikirim pada 56 bulan ke depan pasca-aktifnya penandatangan kontrak. “Prosesnya memang panjang. Artinya ketika Prabowo sudah tidak menjadi menteri pertahanan, pesawat ini sudah menjadi kekuatan pertahanan kita,” ujar juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, Jumat (11/2/2022). Di sisi lain, pengadaan pesawat bermesin ganda dari Snecma ini merupakan upaya Indonesia membangun kekuatan pertahanan udara. Baca juga: Prajurit TNI AU Calon Penerbang Jet Rafale Bakal Latihan di Perancis Pembelian pesawat ini juga bersifat mendesak. 
Rafale


Mengingat, kondisi kesiapan pesawat tempur Indonesia mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu masalah yang paling mencolok yaitu usia pesawat tempur yang sudah berumur. Beberapa pesawat yang mulai menua meliputi F5 Tiger, Hawk 100 dan 200. Sekretaris Jenderal Kemenhan Marsdya Donny Ermawan Taufano menyebut bahwa Indonesia saat ini hanya mengandalkan 33 pesawat F-16 yang sudah berusia lebih dari 30 tahun. Sementara, 16 pesawat tempur Sukhoi Su 27 dan Su 30 berusia hampir 20 tahun. "Dengan kondisi demikian menjadi kewajiban Kementerian Pertahanan untuk merencanakan pesawat tempur yang akan bertugas di tahun 2030 dan 2040-an," kata Donny dalam webinar 'Menyongsong Pesawat Rafale', Kamis (17/2/20220). Berdasarkan data Global Fire Power (GFP) pada 2022, Indonesia disebut mempunyai alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk kekuatan udara sebanyak 445 unit.


Mulai dari helikopter serang 15 unit, helikopter 172 unit, hingga pesawat tempur 41 unit. Peneliti senior Marapi Consulting and Advisory Beni Sukadis menilai, jumlah pesawat tempur yang ada saat ini tidak cukup untuk menjaga wilayah pertahanan udara nasional. Dengan pembagian tiga wilayah zonasi pertahanan, yakni barat, tengah, dan timur, idealnya Indonesia memiliki 8 hingga 10 skadron pesawat tempur atau lebih dari 100 unit pesawat tempur. Namun demikian, ia memahami bahwa untuk mewujudkan jumlah skadron yang ideal memerlukan anggaran besar. “Dengan keterbatasan anggaran negara memang hanya bisa diwujudkan dalam waktu jangka panjang yakni 25 tahun mendatang,” katanya.

Tepat waktu Sementara itu, Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim menilai, pembelian 42 jet tempur pabrikan Dassault Aviation tersebut dilakukan di waktu yang tepat. Menurutnya, pembelian jet tempur generasi 4.5 ini tepat lantaran perusahaan pesawat tempur di dunia saat ini tengah gencar melakukan cuci gudang. "Sekarang adalah saat yang tepat untuk membeli pesawat fighter jet aircraft. Seluruh pabrik pesawat terbang tempur di permukaan bumi ini memang tengah cuci gudang alias menjual obral produknya," ujar Chappy. 

Alutsista TNI AU Sudah Terlalu Tua Chappy menyebutkan, dalam dua dekade terakhir, para perancang atau pabrik pesawat tempur canggih saat ini dalam dua pilihan, terus mengembangkan pesawat tempur atau beralih ke wahana baru bernama drone atau pesawat tanpa awak. Di sisi lain, Chappy mengatakan, pembelian 42 jet Rafale merupakan sebuah rekor Indonesia dalam mendatangkan pesawat tempur dari luar negeri. "Proses pembelian sekaligus jumlah 42 jet tempur canggih dapat dikatakan memecahkan rekor jumlah pembelian pesawat terbang tempur sepanjang sejarah Indonesia pasca 1965," ungkap Chappy. Sejalan dengan pembelian itu, Chappy menggarisbawahi bahwa keberadaan pesawat tempur merupakan salah satu subsistem dari sistem pertahanan udara yang menjadi bagian dari integral sistem pertahanan negara. Dengan demikian, kata dia, proses pengadaan pesawat tempur pada hakikatnya sebuah upaya meningkatkan kemampuan sistem pertahanan udara nasional.

Dalam hal ini unsur pesawat terbang tempur sekali lagi hanya merupakan salah satu saja dari sub-sub sistem pertahanan udara nasional lainnya," tegas dia. Di sisi lain, kerja sama pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI menunjukkan kawasan Indo-Pasifik mempunyai nilai strategis dalam dinamika geopolitik di masa mendatang. Alhasil, negara blok Barat yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis ingin terlibat dalam pusaran dinamika geopolitik kawasan. Baca juga: Apa Urgensi Pemerintah Borong 42 Jet Rafale? Chappy Hakim Menduga 2 Hal Ini Apalagi suhu politik di kawasan Indo-Pasifik memang menghangat salah satunya akibat sengketa wilayah Laut China Selatan antara China dengan Vietnam, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Brunei Darussalam. Indonesia pun mempunyai wilayah yang berbatasan dengan Laut China Selatan, yaitu Laut Natuna Utara. Di kawasan itu juga sempat terjadi ketegangan karena kerap kali aparat keamanan seperti TNI Angkatan Laut memergoki aktivitas kapal nelayan China. “Dengan demikian, rencana pengadaan ini memang tidak bisa dilepaskan dari konteks dinamika lingkungan strategis kawasan. Dan Indonesia dinilai sebagai salah satu mitra strategis negara tersebut untuk dapat berkiprah di kawasan," kata pengamat pertahanan Anton Aliabbas, Senin (14/2/2022).




Siapkan calon penerbang Meski pengiriman Rafale masih lama, TNI AU sudah mulai ancang-ancang menyiapkan calon penerbang bagi jet yang mempunyai kemampuan bermanuver gerak menanjak tajam tersebut. “Kita menyiapkan beberapa penerbang tetapi kita belum tentukan jumlahnya,” kata KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo di Mabesau, Jakarta, Jumat (4/3/2022). Fadjar mengatakan, penyiapan calon penerbang ini juga sudah termasuk dengan penentuan kriteria yang akan direkrut. Ia memastikan, TNI AU akan menunjuk prajurit yang memang dianggap layak menunggangi Rafale. Nantinya, para calon penerbang Rafale akan menjalani latihan di Perancis, negara produsen Rafale. Selain di Perancis, latihan ini juga akan dilaksanakan di dalam negeri. “Latihannya sendiri kita akan dilaksanakan di Perancis dan di dalam negeri,” imbuh dia. Tak hanya platform generasi terbaru Di kesempatan lain, Fadjar mengungkapkan, TNI AU perlu mengakuisisi tak hanya platform generasi terbaru dalam menghadapi ancaman peperangan generasi kelima. Menurut Fadjar, keperluan tersebut bertujuan agar Indonesia mampu menciptakan kekuatan udara nasional yang mampu menghadapi tantangan peperangan generasi kelima. “Untuk itu, TNI Angkatan Udara benar-benar harus melaksanakan transformasi dengan melakukan investasi jangka panjang pada sektor teknologi dan intelektualitas sumber daya manusia yang dimiliki,” kata Fadjar pada seminar memperingati HUT ke-76 TNI AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (30/3/2022). Fadjar mengatakan, peperangan generasi kelima lebih banyak bertumpu pada aksi kekuatan non-kinetik atau tanpa mengandalkan senjata konvensional. Misalnya, disrupsi energi, sosial, dan ekonomi, hingga disinformasi.

Menghadapi potensi ancaman tersebut, Fadjar menuturkan, TNI AU perlu mulai mengambil langkah antisipatif dalam menghadapi peperangan generasi kelima. Dengan demikian, pengadaan platform generasi terbaru, termasuk Rafale pun diharapkan dapat menjadi bagian dari langkah antisipasi menghadapi peperangan generasi terbaru. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyebut bahwa pembelian pesawat generasi 4.5 juga perlu menggarisbawahi mengenai ADIS atau zona wilayah pertahanan udara. “Tanpa memikirkan ADIS, kita akan memperlakukannya sebagai pesawat generasi ketiga,” terang dia.

Sumber Kompas dan berbagai sumber




Friday, March 18, 2022

Pengiriman Medium Tank Harimau/Kaplan MT

 


JAKARTA - Indonesia segera menerima Tank Kaplan pertama dari Turki pada 15 Maret 2022. Tank kelas menengah (Medium Tank) ini merupakan hasil kerja sama antara FNSS Defence System Turki dan PT Pindad.

Proyek Kaplan MT merupakan kontrak ekspor pertama Turki di Kelas Medium Weight Tank. Ini merupakan proyek pertama yang dimulai dan diselesaikan dalam kerangka Perjanjian Kerjasama Industri Pertahanan antara Indonesia dan Turki.

Berdasarkan kontrak tersebut, ada 18 unit tank Kaplan yang akan diproduksi, 10 tank pertama akan diproduksi di Turki dan 8 tank sisanya akan diproduksi di Indonesia. Tank Kaplan akan dioperasikan Angkatan Darat Indonesia (TNI AD).


 

Dikutip dari laman Bulgarian Military, Sabtu (12/3/2022), tank Kaplan memiliki kemampuan menembak langsung yang tepat sehingga memberikan kekuatan serangan dengan mobilitas taktis. Tank dikontrol secara elektronik dan sistem suspensi di belakang tangki memberikan mobilitas tinggi pada semua berbagai jenis medan dan iklim.

Tank Kaplan punya sistem mobilitas canggih dari sistem suspensi 6 roda berdasarkan track pin ganda dan poros torsi. Tank Kaplan berhasil menggabungkan kemampuan beradaptasi dengan berbagai medan dan fitur kontrol mengemudi yang unggul.

Tank ini cocok dioperasikan di medan pegunungan, medan terjal tinggi yang sulit dijangkau tank tempur utama, dan jalan dengan jembatan kecil. Dengan 2 tangki bahan bakar terpisah yang dimiliki, Tank Kaplan mampu menjangkau area operasi minimum 450 kilometer.


 

Unit daya cadangan, mampu mengisi daya baterai dan memungkinkan menara kontrok tetap bisa digunakan saat mesin tank tidak bekerja. Sistem pemantauan baterai tangki yang canggih menawarkan manajemen daya yang optimal dan kemampuan pengawasan senyap.

Unit pendingin tank yang dipadukan dengan perangkat lunak cerdas memberikan efisiensi torsi optimal dan penghematan bahan bakar. Mesin diesel dan transmisi otomatis adalah jantung dari tank Kaplan yang diawaki 3 personel.

Rasio kekuatan Kaplan MT adalah 22 Hp/ton dan berat totalnya, termasuk persenjataan dan muatan tempur, adalah 30.000 kg. Tank Kaplan memiliki sistem 360 ° elektro-optik terintegrasi untuk kesadaran situasional, sistem komunikasi internal nirkabel, serta sistem penentuan posisi dan navigasi.

 

Tank Kaplan memiliki sistem peringatan laser atau laser warning system(LWS). Tank memiliki perlindungan balistik built-in yang dikombinasikan dengan pelindung tambahan Stanag 4569. Perlindungan dari ranjau Stanag 4569 dipasang di lantai tank yang terpisah.

Tank Kaplan juga memiliki sistem pemadam kebakaran otomatis, mortar kabut, dan sistem perlindungan aktif. Di menara tank disematkan meriam 105mm CMI Cockerill 3105 dan dua senapan mesin – satu 7.62mm dan 12.7mm. Tank Kaplan mampu berlari dengan kecepatan maksimum 70 km / jam dengan bahan bakar penuh dan dapat menempuh jarak sejauh 450 km.

Sumber Sindo

 

Thursday, March 17, 2022

Dua Penempur Stealth, F-35 Lightning II Jejumpaan dengan Chengdu J-20 di Laut Cina Timur

                                                    Chengdu J-20

 

Untuk pertama kalinya, jet tempur stealth F-35 Lightning II melakukan perjumpaan dengan lawan tandingnya, sesama penempur stealth, Chengdu J-20. Perjumpaan tersebut terjadi di Laut Cina Timur, setelah F-35 diklaim mampu mendeteksi J-20. Seperti dikutip dari FlightGlobal.com (16/3/2020), tanpa menyebut kapan momen itu terjadi, kabar jejumpaan dua rival itu disampaikan oleh Komandan US Pacific Air Forces, Jenderal Kenneth Wilsbach.

Selain momen pertemuan dengan J-20, petinggai AU AS di Pasifik itu juga menyebut bahwa F-35 juga berjumpa dengan pesawat intai AEW&C (Airborne Early Warning & Control) turborop Kong Jing KJ-500. Basis KJ-500 yang menggunakan pesawat angkut pesawat komersial Y-9 buatan Shaanxi Aircraft.

Sasaran yang dapat dipindai oleh radar AESA pada KJ-500 mencakup 60 sampai 100 sasaran secara simultan untuk target di udara dan permukaan laut. Jarak jangkau deteksi radarnya disebut-sebut mencapai 470 km. 



Sehari sebelumnya, South China Morning Post – scmp.com (15/3/2022), menyebut bahwa uji coba J-20 dengan mesin WS-15 sudah dapat berhasil dengan baik. Adopsi mesin WS-15 menjanjikan kecepatan supercruise yang substansial bagi J-20. WS-15 kabarnya mempunyai daya dorong di kisaran 30.000 – 40.000 pounds, sebagai perbandingan F-22 Raptor yang jadi andalan AU AS, daya dorongnya mencapai 35.000 pounds

Sebelumnya, uji coba terbang J-20 dengan mesin WS-15 mendapat penundaan beberapa kali, lantaran diketahui adanya masalah baru. Kabarnya itu berasal dari lapisan membran fullerene untuk turbin mesin pesawat, yang menjadikan mesin dapat beroperasi hingga suhu 1.800 derajat celcius.

Guna menjaga gengsi dan kerahasiaan, Cina tak akan menjual Chengdu J-20 untuk ekspor, menjadikan sosok jet tempur futuristik ini disejajarkan dengan keberadaan F-22 Raptor. Chengdu J-20 sendiri digadang sebagai pengganti Su-30MKK yang ditugaskan di Brigade Udara ke-9, Lanud Wuhu terletak di dekat Sungai Yangtze, sekitar 280 km dari Shanghai.

Merujuk ke catatan sejarah, pasca terbang perdana pada 11 Januari 2011, J-20 baru diperlihatkna ke khalayak luas pada Zhuhai AirShow pada tahun 2016. Dan baru pada akhir 2018, J-20 disebutkan masuk fase produksi. Sementara operasional resmi J-20 oleh AU Cina – People’s Liberation Army Air Force (PLAAF) – baru pada pertengahan 2019. (Gilang Perdana)

 

Sumber Indomiliter